Selasa, 24 Juni 2014

Hilangnya Identitas Guru sebagai Faktor Pemudar Karakter serta Penurun Prestasi Pemuda

Seorang Guru
Menggandeng tangan, Membuka pikiran
Menyentuh hati, Membentuk masa depan
Seorang Guru berpengaruh selamanya
Dia tidak pernah tahu kapan pengaruhnya berakhir
(Henry Adam)

         
               Zaman semakin maju, semakin modern. Gedung-gedung semakin tinggi, namun moral semakin rendah. Angka kelahiran kian meningkat, selaras dengan angka kemiskinan. Dalam dunia yang semakin keras ini,manusia yang mampu untuk survive hanyalah mereka yang lebih;lebih baik,lebih berkompeten ketimbang manusia lainnya. Kelebihan itu tidak lain dimiliki oleh mereka yang sukses,yang berkuasa,yang memiliki network luas,yang cerdas,dimana untuk menguasai kelebihan itu haruslah dengan belajar dan bekerja keras.
            Saya rasa negara kita tercinta Indonesia ini masih dihadapi dengan problema yang besar,yaitu rendahnya sumber daya manusia yang berkompeten,yang cerdas. Saya tidak berkata Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia yang berkompeten,namun hanya sumber daya manusia yang berkompeten ini masih sangat sedikit,yang hal ini jelas akan mempengaruhi ‘nama’ negara kita dalam persaingan internasional,persaingan kelas dunia. Masalah sumber daya manusia ini jelas harus diperhatikan. Bila kita masih sibuk hanya memperhatikan masalah krisis sumber daya alam,sejatinya saya katakan,krisis sumber daya manusia akan lebih mengerikan dibandingkan krisis sumber daya alam.
            Untuk mengatasi krisis sumber daya manusia ini,diperlukanlah mereka para pahlawan. Pahlawan? Ya,pahlawan,namun bukan pahlawan dimana ini masih merupakan zaman angkat senjata. Pahlawan yang saya maksud disini adalah pahlawan tanpa tanda jasa,yang lebih kita kenal sebagai bapak dan ibu guru. Namun tetap, dengan jumlah pelajar dari jenjang Sekolah Dasar,Sekolah Menengah Atas,dan Sekolah Menengah Kejuruan yang tahun ajaran ini (2013/2014) berjumlahkan hingga 1.535.065 siswa*),akan menjadi tantangan bagi para pahlawan kita.
            Namun sayang,realita tidak semudah itu. Tidak sebatas ‘guru yang baik mengajari siswa dan mereka akan sukses’. Kita lihat sisi gelapnya. Data menunjukkan bahwa sekitar 3,8 juta penduduk indonesia atau 2,2% adalah pengguna narkoba dan 22% dari jumlah tersebut adalah pelajar. Itu artinya ada sekitar 836.000 pelajar di Indonesia yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba**). Belum lagi kasus free sex,naiknya angka kematian akibat penyakit kelamin yang ditimbulkan,maraknya aborsi dilakukan remaja yang hamil diluar nikah,dan masih banyak lagi.
            Kenapa generasi muda kita banyak yang terjerumus narkoba,judi,dan seks bebas ? Pertanyaan ini menjadi bahan refleksi kita semua,bukan saja  pihak orang tua,stakeholder pendidikan,namun peran guru sebagai pahlawan yang berdiri di depan,menjadi panutan,suri teladan,memaknai apa yang sudah diberikan dan diperbuat dalam mendidik,membina mentalitas dan moral anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa.
            Saya meluruskan bahwa sebenarnya guru-guru itu tidak semuanya salah dan bapak-ibu guru memang patut mendapat julukan ‘pahlawan tanpa tanda jasa’. Namun,fakta berkata,banyak dari para pahlawan itu telah ‘gugur’. Kita tinjau dari elemen terburuk. Tidak sedikit kasus kejahatan terhadap peserta didik didalangi oleh pendidiknya,entah berbentuk kekerasan fisik maupun seksual. Hingga elemen paling dasar,runtuhnya peran guru sebagai ‘orang tua’ di sekolah. Peran dan fungsi guru di era saat ini sangat jauh berbeda dengan guru di era 70 -an,dimana dulu peserta didik ditanamkan tentang disiplin soal waktu pergi dan pulang sekolah,disiplin berpakaian,disiplin belajar di kelas maupun rumah,dan diajarkan tentang tata krama,sopan santun,menghargai dan menghormati orang lain.
            Sangat dirasa bahwa tugas dan fungsi guru dewasa ini banyak dimaknai sebatas mendidik,namun peran guru sebagai garda terdepan yang harus menunjukkan pribadi sebagai pelindung,pembimbing anak-anak menjadi anak yang baik,pintar,berbakti kepada orangtua,masyarakat,dan bangsa,pengayom dan pelayan masyarakat yang selalu setia dan mencintai pekerjaan serta beban tugas yang diemban dengan tulus kini mulai hilang,bahkan pudar. Hilangnya identitas guru mengakibatkan banyak guru tidak lagi mendapat tempat dan simpati masyarakat

Mengajar bukan profesi. Mengajar adalah kegemaran
Aku telah mencapai sebuah kesimpulan yang menakutkan bahwa aku adalah unsur penentu di dalam kelas.
Pendekatan pribadikulah yang menciptakan iklimnya
Suasana hatikulah yang membuat cuacanya.
Sebagai seorang Guru, aku memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membuat hidup seseorang menderita atau gembira.
Aku bisa menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham, bisa bercanda atau mempermalukan, melukai atau menyembuhkan.
Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan, apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan. 
(Haim Ginott)
         Adapun yang saya temui beberapa dari ‘pahlawan gugur’ seperti berikut.

Ø  Guru makan gaji buta,artinya guru tersebut malas-malasan,jarang,atau bahkan hingga titik extreme,tidak pernah hadir di kelas untuk mengajar,tapi setiap bulan tetap menerima gaji dari pemerintah. Guru berbuat dan bertindak sesuka hati,tanpa ada tindakan tegas dan nyata dari atasanya.

Ø  Guru bisnis,artinya banyak guru tidak lagi memperhatikan fungsi dan tugas sebagai seorang guru,melainkan lebih mementingkan kepentingan bisnis diatas segala-galanya,anak-anak hanya dijadikan obyek sebagai lahan mencari duit, dan mengejar kekayaan materialistis,dimana mengajar hanya sebagai ‘pengguguran kewajiban’ semata.

Ø Guru politik,artinya banyak guru tidak lagi berperan sebagai stabilitator dan agen pembaharu,pemersatu,pengayom dan pelindung masyarakat dalam memberikan pencerahan tentang pendidikan politik yang baik dan santun serta bermartabat kepada generasi muda,mereka kesampingkan tugas dan fungsinya,guru saat ini langsung ikut terjun bermain dalam kepentingan politik praktis,akibatnya banyak juga guru yang menjadi korban politik sesaat.

          Kondisi pendidik yang seperti inilah yang menjadi faktor pudarnya karakter dan penurunan prestasi pemuda. Hilangnya sosok guru yang dirindukan,seorang pembimbing yang situasional,dapat bertindak sesuai dengan keadaan yang dituntut,seorang ‘orangtua’ yang mendengar dan mengasihi peserta didik,yang dapat menyembuhkan ‘luka’ peserta didik agar dapat kembali berdiri dan berlari menapaki dunia pendidikan,dan masih banyak lagi sosok guru yang dirindukan yang dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik untuk meraih prestasi.
            Namun tetap,tidak bisa kita katakan ‘guru salah dan mereka harus berubah’. Karena peserta didik dan orangtua tidak 100% benar,guru tidak 100% salah pula. Semua harus saling bersatu dan saling ber-synergy untuk mengembalikan pendidikan ke jalur yang seharusnya serta mencerahkan serta mengkokohkan kembali karakter pemuda kita serta meningkatkan minat belajar para peserta didik. Bayangkanlah terciptanya masa depan dipenuhi dengan semangat para pendidik,dimana rasa untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang sukses tertanam dalam jiwa,serta terukirnya senyum dan tersulutnya ‘api’ semangat untuk sukses para peserta didik. Keadaan seperti itu bukan hanya utopia,tetapi bisa direalisasi. Memang butuh waktu lama,namun harapan itu masih ada. Untuk itu,mari kita semua saling bekerja sama demi Indonesia yang lebih baik.

Guru biasa memberitahukan
Guru baik menjelaskan
Guru ulung memeragakan
Guru hebat mengilhami

(William Arthur Ward)

















 Sekian.
TUGAS KELOMPOK RESEARCH PROJECT SMAN 10 SAMARINDA : 
1. YUSUF TRIHARTONO T
2. M. ARTOVA AL-KINDI
3. IQBAL PRAMUDIA
*)Data disadur dari http://kemdikbud.go.id/kemdikbud


Kamis, 24 November 2011

Assassins Creed Revelation - Skidrow [ Media Fire ]

Assassins Creed Revelations-SKIDROW + Crack only (PC / 2011)
 Before you download Assassins Creed SKIDROW here the system requirements:
Assassins Creed: Revelations Minimum System Rquirements
*OS: Windows XP/ Windows Vista/ Windows 7
*Processor: Intel® Core 2 Duo E4300 1.8 GHz / AMD Athlon 64 X2 4600+ 2.4 GHz
*Memory Ram: 1.5 GB Windows XP / 2 GB Windows Vista and 7
*Hard Disk Space: 12 GB free
*Video: 256 MB @ DirectX® 9.0c compliant video card with Shader Model 3.0 or higher is better.
*Sound Card: DirectX Compatible
*DirectX: 9c
*Network : Broadband Internet Connection
*Keyboard / Mouse
*Installation: DVD-Rom Drive
*Release Date: 11.2011
Assassins Creed: Revelations Recommended System Requirements
*OS: Windows XP/ Windows Vista/ Windows 7
*Processor: Intel Core 2 Duo E7300 2.66GHz / AMD Athlon 64 X2 6000+ 3.0 GHz or better
*Memory Ram: 4 GB
*Hard Disk Space: 12 GB Free
*Video: nVidia GeForce GTS 250 / ATI Radeon HD 5670 512MB
*Sound Card: DirectX Compatible
*DirectX: 9
*Keyboard / Mouse
*Installation: DVD-Rom Drive
Here the Download link:

Asssassin's Creed Revelations : Review

Even the greatest heroes can't live forever. And so it goes for Ezio Auditore di Firenze, who finally steps aside to make room for new champions in Assassin's Creed: Revelations. This is another quality entry in a quality series, and it unleashes you in a visually stunning re-creation of 15th-century Constantinople. Additions to the movement mechanics make exploring the city a joyous exercise in high-flying parkour, with you as Ezio leaping across rooftops and flinging yourself up exterior walls like a Renaissance superhero. Like many sequels, Revelations giveth, and Revelations taketh away, so you lose certain elements (horses) in favor of a slew of new ones (bomb crafting). Lots and lots of new ones. Assassin's Creed: Revelations is sometimes a lumpy Frankenstein's monster of a game, half-formed appendages stitched into place regardless of whether they belong there or not. Thankfully, when Revelations remembers to be an Assassin's Creed game, it soars into the Turkish skies, reminding fans why they fell in love with this freewheeling series.

Rabu, 28 September 2011

Altaïr Ibn-La'Ahad


Altaïr Ibn-La'Ahad: "Safety and peace, brother."
Malik Al-Sayf: "Your presence will deliver us both."
Malik Al-Sayf and Altaïr at Masyaf, 1191.
Altaïr Ibn-La'Ahad (1165 - 1257) was a member of the Assassin Order and, from 1191 until his death, the Order's Grand Master.
Raised to be an Assassin from birth, Altaïr obtained the rank of Master Assassin by his twenty-fifth year. However, following his failure to obtain the Apple from Robert de Sable in early 1191, and subsequently allowing the Templars to attack the city of Masyaf, headquarters to the Order of Assassins, he was demoted to the rank of novice and sent on a quest for redemption.
Tasked with the deaths of nine individuals, who, unbeknown to him, made up the ranks of the Templar Order in the Holy Land, Altaïr began a quest to change his ways and liberate the Kingdom from the corruption of the nine. During his quest however, Altaïr learned of a plot far more sinister than originally believed. Completing his mission to kill the nine targets, and cleansing the Order of its treacherous leader Al Mualim, Altaïr rose to the rank of Grand Master, taking the Assassins into a new, more secretive direction.
With the Apple in hand, Altaïr changed the ways his Order lived their lives; writing the details in his fabled Codex for later generations of the Order to read. His name would continue to resonate through the Order in later years, greatly influencing the lives of his descendants in years to come.
His bloodline would go on to contain an important figure in the Assassin Order, Desmond Miles.

Senin, 26 September 2011

Desmond Miles





"Save it. After what those Templar bastards put me through. I'm ready, willing, and able."
―Desmond agrees to join the Assassins[src]
Desmond Miles (born 1987) was a traveling hermit and descendant to a long line of ancestors who swore their allegiance to the Assassin Order. In September 2012, he was kidnapped and incarcerated at Abstergo Industries, a Templar organization, and forced into a machine called the Animus to relive the memories of his ancestor, Altaïr Ibn-La'Ahad, during the Third Crusade, in order to learn the location of "the Apple", one of the Pieces of Eden.
Eventually escaping with the aid of Lucy Stillman, Desmond once again used an Animus to explore the memories of another ancestor of his, Ezio Auditore da Firenze, during the Renaissance so as to learn the ways of the Assassins through the bleeding effect.

Minggu, 25 September 2011

Ezio Life

Ezio Auditore da Firenze (born 1459) was a Florentine noble during the Italian Renaissance and, unbeknownst to most historians and philosophers, a central member of the Assassin Order. A descendant of Altaïr Ibn-La'Ahad and ancestor to bothDesmond Miles and Subject 16, Ezio was unaware of his Assassin heritage until the age of 17, when his father and two brothers, Federico and Petruccio, were murdered. Ezio fled his birthplace of Florence and took refuge at the Villa Auditore in theTuscan town of Monteriggioni.
Learning of his heritage from his uncle, Mario Auditore, Ezio began his Assassin training, as well as his quest for vengeance against the Grand Master of the Templar Order, Rodrigo Borgia, who had ordered the executions of his father and two brothers. During his quest, Ezio managed to not only unite the pages of Altaïr's Codex for the first time since Domenico Auditore, but also to save the cities of Florence, Venice and Rome from theTemplars' control. He ensured the future travels of Christoffa Corombo to the "New World" and, in liberating Rome from Borgia control and preventing the rise to power of Ercole Massimo's Cult of Hermes, helped spread the Renaissance and Assassin ideals of independence and free thought throughout Italy.
Shortly before the death of Rodrigo Borgia in 1503, Ezio was pronounced the Grand Master of the Assassin Order. In the years that followed, Ezio begun a quest to rediscover the lost history of his Order. Travelling to the aged-fortress of Masyaf in order to learn more about his ancestors, he discovered the fortress overrun, and made his way to the city of Constantinople, so that he might uncover the location of the Seals of Altaïr.